16:37
0
Ribuan tangan itu menamparku dari segala penjuru. Sialnya, meski jiwaku sakit namun badan ini dengan sombong menantang untuk terus ditampar lagi. Tak ada lebam apalagi luka. Jadilah tangan-tangan itu tanpa lelah menghajarku meski jiwaku meronta-ronta ingin lepas dari siksaan yang sangat pedih ini. Dan pada akhirnya siksaan ini berakhir juga seiring selesainya pemutaran film “Kambing Jantan”.
Aku tidak bisa berkata-kata. Bagaimana tidak, entah berapa buah blog yang telah ku buat namun pada akhirnya berujung nasib yang sama, su’ul khotimah, mati tanpa meninggalkan jejak. Saat ini saja aku masih menggarap 2 buah blog  lain, semuanya juga mempunyai garis takdir yang tak jauh berbeda, mati segan hidup tak mau.
Namaku Kerangge (bukan nama sebenarnya-red). Pria berpenampilan kurang meyakinkan. Menyukai berpetualang dan bertekad untuk menaklukkan puncak-puncak tinggi di dunia dan ingin menggerayangi surga tersembunyi yang bernama Indonesia. Sedikit demi sedikit mempelajari fotografi secara otodidak dengan kamera berlabel “pinjaman”.
Dunia blog sebenarnya sudah tidak asing lagi bagiku. Semenjak SMA aku telah bersentuhan langsung dengan makhluk yang satu ini. Namun tidak ada konsep yang membuatku bertahan lama. Dan semoga blog ini yang akan bertahan.
Melalui blog ini aku ingin sedikit berbagi tentang pengalamanku dalam menempuh hidup yang kata orang sangat kejam ini. Apapun itu akan ku tulis di sini. Namun, aku tidak sanggup jika blog ini dijuluki diary. Tidak. Dan mohon jangan sebut kata itu di depan ku. Akan ku cabik-cabik orang yang menyebut blog ku ini sebagai diary. Bukan aku malu. Bukan aku pula takut dibilang feminim. Entahlah, aku juga tidak mengerti mengapa aku sangat anti dengan kosakata itu.
Kata orang jika kita ingin menjadi bagian dari sejarah, maka menulislah. Mantra itulah yang ku jadikan motivasi untuk menulis blog ini. Karena sesungguhnya aku tidak menemukan cara lain untuk ditulis dalam sejarah. Biarlah aku sendiri yang menulisnya. Aku ingin menjadi seperti Chairul Anwar yang hidup 1000 tahun dengan puisinya. Atau Pramoedya Ananta Toer yang bertahan di 3 zaman. Jujur aku sedikit iri melihat kawan-kawanku yang sangat produktif menulis. Bahkan ada yang sebentar lagi mengirim tulisannya ke penerbit. Aku???

0 comments:

Post a Comment